Truk Batubara Nyelonong Masuk Jalur Umum Batang Hari, Warga Murka: Hukum di Jambi Seolah Sudah Mati

BATANGHARI | Mandhala.Info – Aroma pelanggaran tambang kembali menyengat hidung publik. Sebuah truk tronton bermuatan batubara dengan gagah berani melintas di jalur umum Kabupaten Batanghari, seolah hukum di provinsi ini tak lagi punya taring.

Peristiwa itu terjadi di Desa Durian Luncuk, Kecamatan Batin XXIV, pada Minggu (2/11/2025) sore dan langsung memicu kemarahan warga. Masyarakat yang sudah jenuh dengan kendaraan tambang yang seenaknya melintas di jalan umum, nyaris melakukan aksi spontan menghadang truk tersebut.

Truk Mitsubishi 220 PS Turbo BH 8303 KQ itu diketahui berasal dari Kabupaten Sarolangun, mengangkut 34,950 ton batubara menuju CV MAS di Bojonegara, Cilegon, Banten. Berdasarkan Surat Jalan Batubara Nomor SJ-AYP.000572 yang diterbitkan PT Andhika Yoga Pratama, truk seharusnya berangkat dari Desa Taman Bandung, Kecamatan Pauh, Sarolangun. Namun faktanya, kendaraan ini dengan enteng menembus wilayah Batanghari — jalur yang jelas bukan untuk angkutan tambang.

Pantauan lapangan menunjukkan, truk itu berhenti santai di kawasan Olak Jong, lokasi yang dikenal warga sebagai “markas transit” kendaraan berat. Sang sopir, Syaip, mengaku hanya menjalankan perintah pemilik kendaraan sekaligus pemilik muatan, Jhon, pengusaha tambang asal Sarolangun.

“Kami cuma bawa batubara dari Sarolangun ke Jakarta. Mobil ini punya Pak Jhon. Rencananya berangkat lagi sekitar jam dua dini hari,” ujar Syaip santai, seolah tak sadar tatapan amarah warga di sekelilingnya.

Namun hingga siang Senin (3/11/2025), truk itu belum juga bergerak. Informasi yang dihimpun menyebutkan, sang bos Jhon tengah menuju Batanghari untuk “mengurus persoalan”—entah soal izin, atau urusan lain yang lebih gelap.

Sebelumnya, kendaraan yang sama sempat dihentikan warga di Durian Luncuk. Setelah berdebat panas, sopir berjanji tak akan melintas lagi. Tapi janji tinggal janji, truk kembali melenggang sampai Olak Jong, menantang aturan dan aparat.

Padahal, Peraturan Gubernur Jambi Nomor 15 Tahun 2023 secara tegas melarang angkutan batubara melintasi jalan umum tanpa izin tertulis dari Gubernur. Dengan muatan hampir 35 ton, truk itu jelas tidak layak melintas di jalan kabupaten yang diperuntukkan bagi kendaraan ringan dan masyarakat sipil.

Seorang warga Olak Jong meluapkan kekesalannya :
“Kalau satu truk dibiarkan, nanti ratusan ikut. Jalan rusak, debu berterbangan, kami yang sengsara. Apa aparat nggak lihat?”

Langkah nekat ini bukan pelanggaran sepele. Ada sederet pasal hukum yang dilanggar terang-terangan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :

1. Pasal 287 ayat (1) : Pelanggaran tata cara berlalu lintas dipidana kurungan maksimal 2 bulan atau denda Rp500.000.

2. Pasal 162 : Pengusaha angkutan yang memerintahkan sopir melanggar aturan dapat dihukum sama dengan pelaku langsung.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan :
1. Pasal 12 ayat (1) : Penggunaan jalan wajib sesuai kelas kendaraan.

2. Pasal 63 ayat (1) : Pelanggaran dapat dipidana kurungan 1 tahun atau denda hingga Rp1 miliar.

Peraturan Gubernur Jambi Nomor 15 Tahun 2023 :
1. Melarang angkutan batubara melintasi jalan non-tambang tanpa izin resmi.

2. Pelanggaran dapat berujung sanksi administratif hingga pencabutan izin operasi.

Fenomena ini menelanjangi lemahnya pengawasan lintas instansi.
Satlantas Polres Batanghari dan Dinas Perhubungan sejatinya memiliki kewenangan besar untuk menertibkan jalur tambang. Tapi kenyataannya, truk tetap bebas melintas, warga marah, dan hukum seperti lumpuh.

Sumber internal Satlantas Polres Batanghari menegaskan, setiap kendaraan batubara yang nekat melintas di jalan umum tergolong pelanggaran berat.

“Itu sudah termasuk pelanggaran serius. Ada sanksi administratif, bahkan bisa sampai proses hukum,” tegas sumber tersebut.

Pihak Dinas ESDM Provinsi Jambi juga menyatakan akan menelusuri keabsahan dokumen dan rute pengiriman.

“Kami akan periksa surat jalan dan rute yang dilalui. Jika terbukti melanggar Pergub, kami akan ambil langkah tegas,” ujar perwakilan ESDM kepada redaksi.

Diduga kuat, pengusaha tambang sengaja memilih jalur umum untuk menekan biaya operasional, tanpa peduli dampak sosial dan kerusakan infrastruktur. Langkah culas ini merugikan masyarakat dan mencoreng komitmen pemerintah dalam menertibkan angkutan Batubara.

Redaksi Mandhala.Info akan meneruskan temuan ini ke Satlantas Polres Batanghari dan Dinas Perhubungan setempat untuk segera ditindaklanjuti secara hukum.
Publik kini menuntut tindakan nyata, bukan sekadar himbauan basa-basi.

“Batanghari bukan jalur bebas batubara. Kalau dibiarkan, berarti hukum cuma untuk ditulis, bukan ditegakkan,” tegas warga dengan nada tajam.

Kini, bola panas ada di tangan aparat penegak hukum. Masyarakat menunggu jawaban tegas: Apakah hukum di Batanghari masih hidup, atau sudah mati tertimbun debu Batubara?

Dessy
Kaperwil

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *