Tanah Melayu Terancam Jadi “Komoditas”? Panglima Gagak Hitam Ledek Pemerintah Soal Perluasan KPBPB Batam

BATAM | Mandhala.info– Rencana pemerintah memperluas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam lewat revisi keempat PP Nomor 46 Tahun 2006 memantik amarah tokoh Melayu.

Kebijakan itu mencakup 22 pulau dengan luas fantastis, 152.686,44 hektare, yang berpotensi mengubah wajah Kepulauan Riau.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Panglima Melayu Gagak Hitam, Arba Udin, lantang menyuarakan penolakan. Ia menuding pemerintah terlalu sibuk mengejar investasi, namun abai terhadap identitas dan kedaulatan tanah Melayu.

“Bagaimana sikap bangsa Melayu jika tanahnya dijadikan kawasan perdagangan bebas oleh pemerintah?

Apakah leluhur kami hanya dilihat sebagai aset dagang?” kata Arba Udin, dengan nada keras, ahad (7/9/25).

Pernyataan tersebut menyulut perdebatan nasional: apakah kebijakan ekonomi boleh mengorbankan tanah dan budaya masyarakat adat?

Sejumlah pengamat menilai, langkah pemerintah berisiko menimbulkan konflik agraria serta menggerus hak masyarakat lokal.

Ironisnya, hingga kini tak ada kejelasan mekanisme perlindungan tanah dan hak adat di wilayah perluasan KPBPB itu.

Ketidakpekaan pemerintah, menurut Arba Udin, bisa memicu gelombang perlawanan rakyat Melayu. “Ini bukan sekadar soal ekonomi. Ini soal harga diri,” tegasnya.

Publik kini menanti: apakah pemerintah akan berdialog dengan masyarakat Melayu atau terus melaju dengan proyek yang bisa meninggalkan luka sejarah baru di tanah Kepulauan Riau?

Reporter : Az

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *