Endras puji yuwono
Ketua LEMBAGA PENELITIAN MERAH PUTIH yang juga selaku Senior GMNI Banyuwangi
Banyuwangi, Mandhala.info — LEMBAGA PENELITIAN MERAH PUTIH melalui Ketuanya
Endrasa puji yuwono yang juga selaku senior GMNI, merilis hasil kajian terbaru terkait praktik diskresi pejabat dalam menangani pertambangan ilegal di Kabupaten Banyuwangi, Kamis (5/6/2025).
Kajian ini mengungkapkan bahwa meskipun regulasi dan instrumen penegakan hukum telah tersedia, praktik pertambangan ilegal tetap marak beroperasi di berbagai wilayah di Kabupaten Banyuwangi.
Kajian ini fokus menyoroti penggunaan diskresi oleh sejumlah pejabat daerah dan aparat penegak hukum dalam menyikapi aktivitas tambang tanpa izin yang secara terang-terangan telah melanggar Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Diskresi tersebut kerap kali dijustifikasi dengan alasan kepentingan ekonomi lokal, keberlangsungan pekerjaan warga, atau keterbatasan sumber daya pengawasan.
Namun, menurut LEMBAGA PENELITIAN MERAH PUTIH, bentuk-bentuk diskresi ini telah menjauh dari koridor hukum dan lebih mendekati pembiaran sistematis.“Diskresi seharusnya menjadi pengecualian yang bersifat strategis dan terbatas, bukan menjadi celah pembiaran. Sayangnya, justru digunakan untuk melegitimasi praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara,” Ujar Ketua LEMBAGA PENELITIAN MERAH PUTIH, Endras Puji Yuwono yang juga selaku Senior GMNI.
Beberapa aktivitas tambang ilegal yang marak terjadi di Kabupaten Banyuwangi, diduga berafiliasi dengan beberapa aktor politik lokal dan pengusaha yang memiliki kedekatan dengan pengambil kebijakan.
Tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum, meskipun laporan masyarakat dan media sudah berulang kali disampaikan.
Disisi lain, dampaknya adalah Kerusakan lingkungan yang nyata dan pelanggaran tata ruang yang terus meningkat dalam dua tahun terakhir, akibat dampak terbitnya Diskresi oleh Forkopimda Banyuwangi.
LEMBAGA PENELITIAN MERAH PUTIH juga turut memberikan saran dan masukan untuk segera :
1. Evaluasi dan audit menyeluruh terhadap penggunaan diskresi oleh pejabat daerah terkait izin dan pengawasan tambang.
2. Penindakan hukum secara transparan terhadap oknum yang terlibat atau sengaja membiarkan praktik tambang ilegal.
3. Pelibatan masyarakat sipil dan pers dalam sistem pelaporan cepat terhadap aktivitas tambang ilegal.
4. Mendorong Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim untuk mengintegrasikan pengawasan berbasis teknologi, seperti citra satelit dan pemetaan geospasial.
Hendras juga menambahkan bahwa pihaknya akan menyampaikan temuan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI agar ada tindak lanjut dari lembaga yang memiliki otoritas lebih tinggi.
“Sudah saatnya Banyuwangi keluar dari bayang-bayang tambang ilegal. Diskresi bukan tameng untuk pembiaran. Pemimpin harus berani bertindak tegas dan konsisten menegakkan aturan,” tegas Hendras.
