Batam, Mandhala.info — LT, seorang pemilik alat berat (beko), menyatakan tidak akan memindahkan alat berat miliknya yang kini terparkir di depan pintu masuk gedung baru yang telah dibangun oleh PT Toleransi Aceh di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes atas haknya yang belum diselesaikan oleh pihak kontraktor.
Dalam sambungan telepon kepada media, LT mengaku masih menunggu kepastian pembayaran dari PT Toleransi Aceh. Ia menyebutkan bahwa nilai yang menjadi haknya mencapai Rp1,818 miliar, terdiri dari material bangunan serta sewa alat berat yang digunakan selama masa pengerjaan proyek.
“Saya hanya meminta kejelasan kapan hak saya akan diselesaikan. Kalau belum ada kepastian, biar satu tahun pun beko itu tidak akan saya pindahkan,” ungkap LT dengan nada kesal.
Ia menyampaikan bahwa saat ini dirinya masih berada di Batam dan telah memberi tenggat waktu kepada Diky, yang merupakan Direktur Cabang PT Toleransi Aceh sekaligus penanggung jawab lapangan selama proyek berjalan, hingga selesai dan sekarang sudah di PHO
“Kalau sampai hari Senin tidak juga ada kepastian, saya akan pulang ke Natuna dan membuat laporan resmi ke pihak berwajib,” tegasnya.
LT juga menyatakan siap membongkar seluruh pekerjaan yang dinilainya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dalam proyek tersebut.
Proyek Gedung Baru Selesai Dibangun, Namun Menyisakan Masalah
Proyek pembangunan gedung baru yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna ini telah dinyatakan rampung. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Toleransi Aceh dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) sebagai pihak penanggung jawab resmi dari instansi pemerintah.
Gedung tersebut merupakan bagian dari pengembangan infrastruktur di daerah pesisir, yang bertujuan menunjang pelayanan dan aktivitas kelembagaan negara. Namun di balik selesainya pembangunan fisik, muncul konflik antara penyedia jasa dan kontraktor terkait kewajiban pembayaran.
LT menegaskan bahwa keterlibatan pihak PPK sebagai penanggung jawab juga harus menjadi perhatian dalam upaya penyelesaian masalah ini.
“PPK juga punya tanggung jawab moral. Jangan sampai pekerjaan selesai tapi penyedia jasa kecil seperti saya dikorbankan,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Toleransi Aceh maupun PPK belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan LT.