Dugaan Pemotongan Dana Hutan Adat Senilai Rp35 Juta di Desa Koto Baru, Warga Geram!

MERANGIN | Mandhala.Info – Dugaan penyalahgunaan dana hutan adat kembali mencuat di Kabupaten Merangin. Kali ini terjadi di Desa Koto Baru, Kecamatan Jangkat Timur, Provinsi Jambi, terkait anggaran hutan adat tahun 2024 sebesar Rp50 juta yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Jambi.

Masyarakat Desa Koto Baru mengaku kecewa lantaran dana yang seharusnya untuk kesejahteraan pengurus hutan adat diduga dipangkas sepihak oleh Kepala Desa, Herman. Ketua Hutan Adat Koto Baru, Muliadi, mengungkapkan hanya menerima Rp15 juta, sementara sisanya Rp35 juta diduga dialihkan untuk honor LPM dan lembaga adat desa.

Bacaan Lainnya

Advertisement

“Saya sangat kecewa. Dana itu seharusnya untuk honor anggota adat, bukan dipotong untuk kepentingan lain,” kata Muliadi kepada awak media, Selasa (29/10/2025).

Resahnya warga memuncak. Beberapa tokoh masyarakat telah membuat laporan resmi ke PMD dan Inspektorat Kabupaten Merangin, menuntut transparansi pengelolaan dana hutan adat.

“Kami sudah lapor. Jangan sampai uang hutan adat yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat adat malah dipakai sesuka hati,” ujar salah satu tokoh masyarakat.

Dana hutan adat ini sejatinya diperuntukkan untuk honor 13 pengurus hutan adat, mulai dari ketua, wakil, sekretaris, bendahara, koordinator bidang, hingga anggota. Pemotongan sebesar Rp35 juta dianggap melanggar aturan, karena honor LPM dan lembaga adat seharusnya dianggarkan melalui ADD atau dana fisik desa, bukan dari dana hutan adat.

Saat dikonfirmasi via telepon, Kepala Desa Herman bersikeras bahwa tindakan pemotongan sudah sesuai arahan PMD dan Inspektorat, meski nada jawaban terdengar kesal.

Secara hukum, pemangkasan dana hutan adat tanpa persetujuan pengurus dapat dijerat dengan :
– Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait penyalahgunaan kewenangan untuk keuntungan pribadi.

– Pasal 18 dan 22 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menekankan pengelolaan dana desa harus transparan, akuntabel, dan sesuai peruntukan.

– Pasal 12 huruf b UU Tipikor, bagi pihak yang memperoleh keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya untuk masyarakat.

Masyarakat menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum agar siapa pun yang terbukti menyalahgunakan dana adat diproses sesuai hukum.

“Kalau aparat tidak tegas, jangan heran kalau masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah desa dan pengelolaan dana publik,” tegas warga lainnya.

Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan lemahnya pengawasan dan potensi penyalahgunaan dana publik. Publik kini menunggu audit independen dari Inspektorat dan PMD Kabupaten Merangin untuk menegakkan keadilan bagi pengurus hutan adat.(*)

Dessy
Kaperwil

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *